By : M. Edy Sentosa J.
Based On "The PKL Report in DENSUS 88 ANTI-TEROR POLDA JATIM Jl. Achmad Yani No. 116, Surabaya at Thursday, 21 June 2007"
Pasca tragedi 11 September AS, dunia internasional semakin inten dalam melakukan perang terhadap terorisme. Dentaman keras dunia internasional tersebut tak lepas dari kepemimpinan AS sebagai negara yang paling dirugikan, setidaknya ketika peristiwa 11 September tersebut terjadi di wilayah kedaulatannya, dan berambisi untuk melenyapakan segala bentuk teror terhadap keamanan dan kepentingan negaranya termasuk dunia internasional. Semakin banyak anggaran yang dikeluarkan demi war on terrorism(WoT)-nya, termasuk dana bantuan pendidikan dan kebudayaan serta militer untuk melawan dan mencegah terorisme internasional. Wilayah yang sekarang dicurigai “rawan” terorirme antara lain adalah Asia. Untuk itu, Indonesia menjadi perhatian penting bagi AS dalam WoT. Terlebih stigma seorang teroris adalah manusia “berjenggot” dan “celana di atas mata kaki” (baca: Muslim) dimana Indonesia merupakan negara Muslim terbesar dan posisi strategis Indonesia sendiri. Bantuan AS pun mengalir ke Indonesia dalam bentuk bantuan pendidikan dan budaya, terutama ke pesantren–guna memberikan pemahaman yang “baik” tentang agama dan terorisme, sampai bantuan untuk pembentukan pasukan khusus Anti-Teror, yaitu Densus88 Anti-Teror. Nah, dalam rangka memahami lebih “lanjut” mengenai terorisme dan posisi Indonesia secara geopolitik maka telah diadakan kuliah lapangan di Densus88 Anti-Teror Polda Jatim. Oleh karena itu, laporan ini berisi tentang perspektif Densus88 dalam WoT yang dikaitkan dengan “posisi strategis” (baca: geopolitik) Jawa Timur sebagai wilayah yang rawan “aktivitas” terorisme. Segala pandangan yang tertulis di dalam laporan ini adalah berdasarkan perspektif Densus88 Polda Jatim dan sumber referensi lain yang dikumpulkan penulis.
BAGIAN I
Sejarah munculnya studi geopolitik tak lepas dari berbagai analisis geografi yang dikaitkan dengan politik dan kebijakan luar negeri suatu negara terhadap wilayah-wilayah yang secara geografi dianggap sangat strategis bagi kepentingan dan kekuasaannya. Fokus perhatiannya adalah pengaruh aspek kebumian terhadap haluan dan aspek siasat dari suatu negara dalam hubungan dengan negara tetangga disekitarnya. Dalam sejarah dan perkembangannya strategi global dunia mengenal konsep sea power yang ditulis oleh Kapten Angkatan Laut AS Alfred Thayan Mahan yang menekankan pada penguasaan laut untuk menguasai dunia dengan didukung armada dan angkatan laut yang kuat tentunya. Tahun 1793-1815 adalah momentum awal bagi Mahan memunculkan konsep sea power.
Pada tahun tersebut terjadi suatu peristiwa perang antara Inggris dan Perancis, dimana dalam perang tersebut Mahan melihat peran dari British Royal Navy yang mengantarkan kemenangan bagi Inggris. Dari peristiwa tersebut, ia menulis dua buah buku yang dipublikasikan pada 1890, “The Influence of Sea Power Upon History, 1660-1783,” dan pada 1892, “The Influence of Sea Power on French Revolution, 1793-1812.” Buku tersebut sangat popular di Inggris yang pada masa itu mempunyai naval power yang kuat dan terbesar. Buah pemikiran Mahan mengenai Sea Power telah meciptakan suatu paradigma bahwa siapa yang menguasai laut, dia kan menguasai dunia.
Selanjutnya muncul Mackinder yang mengemukakan konsep land power dimana konsep tersebut dikenal dengan heartland (pivot area). Konsep land power tersebut menekan pada daerah heartland (pivot area) yaitu Euroasia. Pada intinya, Mckinder mengungkapkan bahwa siapa yang menguasai heartland akan menguasai dunia. Hal ini sangat bersebrangan dengan konsep sea power Mahan yang menekankan pada penguasaan atas lautan. Mackinder melihat heartland sebagai “pusat dunia” yang memiliki berbagai potensi dan harus bisa dikuasai oleh Inggris karena jika tidak demikian maka akan membahayakan dan mengancam posisi Inggris sebagai kekuatan besar ketika itu.
Era selanjutnya, dengan ditemukannya pesawat terbang pertama kali oleh Wilbur dan Wright bersaudara tahun 1903 telah membuat dimensi baru dalam geostrategi dunia yaitu pandangan Seversky tentang air power. Pandangan tersebut mengacu pada bagaimana Amerika Serikat harus memperhatikan dan membangun air powernya yang akan mendukung nasional power AS sendiri sebagai strategi penentu kemenangan dalam berperang. Selain itu, penemuan tersebut menjadi langkah awal bagi Seversky melihat potensi air power yang sangat strategis bagi konflik-konflik di masa depan. Kemajuan teknologi di bidang pesawat telah mengantarkan era baru dalam peperangan dan kehidupan manusia.
Bagi Seversky, air power adalah kekuatan yang sangat “fleksibel” dan menjadi kekuatan utama yang memiliki sejumlah keunggulan dan keuntungan bagi siapa saja yang dapat membangunnya. Seversky memandang angkatan udara lebih baik dan memiliki keunggulan yang pasti dari pada angkatan darat dan angkatan laut. Ia percaya bahwa air power akan memberikan suatu supremasi udara bagi sebuah negara. Dengan supremasi tersebut, negara lain yang akan melintas wilayah udaranya harus meminta izin terlebih dahulu kepada negara yang memiliki supremasi udara tersebut. Oleh karena itu, ia menyarankan pada Amerika Serikat untuk lebih memperhatikan air power daripada army dan navy. Hal ini tak lepas dari kemajuan teknologi di AS sendiri yang dapat menyokong pembangunan air powernya.
Dengan air power dan dukungan kemajuan teknologi tersebut memungkinkan AS dapat melakukan pengawasan dan menciptakan supremasi udara di wilayah lain. Seversky melihat bahwa potensi air power akn sangat besar dimiliki oleh AS dan Soviet serta Inggris yang berpotensi juga. Inilah yang disebut oleh Seversky sebagai age of intercontinental flight. Teori air power Seversky ini kemudian memunculkan istilah airman yang identik dengan instrumen air power yaitu pesawat terbang (jika Mahan dengan sea powernya memunculkan istilah seaman dan Mackinder dengan heartlandnya memunculkan landman).
Era geopolitik klasik mungkin sudah usai sampai era Seversky dimana Harold Sprout muncul sebagai awal bagi perkembangan geopolitik kontemporer dengan konsep Man-Millieu Relationships. Sprout menilai bahwa ada tindakan-tindakan politik tertentu yang berbeda karena perbedaan geografi dimana kebijakan diengaruhi oleh faktor manusia. Sehingga dimensi dari geopolitik dan geostrategi Man-Millieu Relationship Sprout meliputi geografi, manusia, dan politik atau yang disebut dengan antropoantrik.
Di era sekarang (pasca 11 September), aspek-aspek geopolitik terkait erat dengan agenda dunia internasional dalam WoT yang dimotori oleh AS sebagai negara yang merasa dirugikan karena peristiwa 11 September tersebut. Hal ini dapat dilihat dari perubahan konsep geopolitik dan geostrategi AS yang berubah total. Aspek-aspek security telah didefinisikan ulang dan keamanan domestik negaranya kini sangat diperhatikan oleh AS dan AS berkepentingan untuk “mengamanankan” negara-negara yang dianggap mensponsori dan sarang terorisme. Pasca Perang Dingin, keamanan dalam negeri AS sedikit diabaikan karena AS cenderung pada outward looking dan sibuk dengan mengatur wilayah-wilayah di luar negaranya. Sehingga meletuslah tragedi WTC dan Pentagon secara bersamaan pada 11 September 2001, yang oleh pemerintahan AS disebut sebagai serangan terorisme terhadap AS.
Dari peristiwa tersebut, dengan respon cepat AS mendeklarasikan War on Terorism terhadap bentuk-bentuk baru yang mengancam keamanan AS bahkan seluruh negara di dunia dan menfragmentasikan dunia kedalam dua pilihan “either you are wiht us or you are with the terrorist”. Kebijakan war on terorism AS ini mengundang banyak pro dan kontra, artinya sekutu AS dengan segala kemampuannya mendukung AS untuk melakukan perang terhadap terorisme, tetapi ada sejumlah negara terutama negara yang berpenduduk Muslim yang tidak setuju dengan AS karena mereka mengidentikkan terorisme dengan Muslim.
Terlepas dari pro kontra tersebut, perhatian semua negara kini terfokus pada War on Terrorism yang didengungkan AS. Dan WoT ini menjadi entry point yang baru bagi AS dalam hubungan luar negerinmya. Dari peristiwa ini, AS kemudian sadar bahwa adanya ancaman nyata terhadap keamanan domestik AS sendiri dimana kini telah muncul musuh baru yang tak terlihat (stealth), tak mengenal batas (boarderless), dan tak mengenal hukum dan kemanusiaan (lawless and inhuman).
Aspek-aspek geopolitik dan geostrategi AS kini berubah seiring dengan terjadinya 9/11 tersebut. Salah satu bentuk WoT yang dilakukan AS adalah invasi ke Afganistan yang dianggap sebagai sarang teroris dan yang mensponsorinya, dan juga Irak yang dianggap mempunyai senjata pemusnah masal walaupun pada kenyataanya tidak ditemukannya tuduhan tersebut.
Dan kini AS memberikan perhatian dan konsentrasi yang lebih terhadap kawasan-kawasan yang dianggap rawan terorisme, seperti Timur Tengah, Asia Tengah, dan Asia Selatan. Namun, apakah WoT ini merupakan strategi jangka panjang atau jangka pendek AS? Menurut Cohen, WoT yang dilakuakan oleh AS tak lebih hanya strategi jangka pendek saja karena WoT yang didengung-dengungkan ini hanya untuk mengantisipasi adanya side-effect dari Globalisasi yang merupakan strategi jangka panjang AS. Untuk itu, konsep geopolitik dan geostrtegi AS pasca 9/11 terhadap WoT hanya bersifat jangka pendek semata.
Terlepas dari penilaian Cohen mengenai kebijakan WoT AS, bebagai tindakan telah banyak dilakukan AS–terutama pada masa pemerintahan George Walker Bush–untuk mencari dukungan internasional dalam perang melawan terorisme. Seperti yang dikemukakan diatas, wilayah yang menjadi perhatian AS adalah Asia. Untuk itu, Indonesia menjadi perhatian penting bagi AS dalam WoT.
Terlebih stigma seorang teroris adalah manusia “berjenggot” dan “celana di atas mata kaki” (baca: Muslim) dimana Indonesia merupakan negara Muslim terbesar dan posisi strategis Indonesia sendiri. Bantuan AS pun mengalir ke Indonesia dalam bentuk bantuan pendidikan dan budaya, terutama ke pesantren–guna memberikan pemahaman yang “baik” tentang agama dan terorisme, sampai bantuan untuk pembentukan pasukan khusus Anti-Teror, yaitu Densus88 Anti-Teror.
Densus88 ini memiliki arti penting bagi perang melawan terorisme di Indonesia. Sejumlah prestasi telah dibuktikannya dan “cemoohan” publik pun pernah diraihnya. Bahkan apresiasi dari negara lain, terutama AS dan Australia, tak kunjung usainya ketika ada berita penangkapan seorang teroris di Indonesia. Kebanyakan para teroris tersebut berasal dari daerah Sumatera dan Jawa yang merupakan wilayah perekrutan anggota (Mantiqi II) oleh teroris.
Jawa Timur merupakan wilayah yang sangat subur bagi perekrutan anggota. Sebagaimana diketahui bahwa pelaku Bom Bali I Amrozi dan kawan-kawan merupakan penduduk yang bedomisili di Jawa Timur. Oleh karena itu, Densus88 Anti-Teror Kepolisian Daerah Jawa Timur bekerjasama dengan berbagai departemen guna mengamankan Jawa Timur dari aksi-aksi terorisme dan mencegah upaya perkrutan anggota oleh teroris. Selain itu, perspektif Densus88 Anti-Teror Polda Jatim dalam WoT dikaitkan dengan “posisi strategis” (baca: geopolitik) Jawa Timur sebagai wilayah yang rawan “aktivitas” terorisme.
Dari perspektif mereka (Densus88), aspek-aspek geopolitik sangat terkait erat dengan aspek-aspek nasionalisme terhadap ibu pertiwi. Geopolitik suatu padanan antara geografi dan politik yang digunakan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan sehingga siapa yang dapat memilikinya akan menjadi penguasa terhadap suatu entitas yang ditaklukkannya. Akibatnya, dapat melemahkan entitas yang dikuasainya tersebut. Hal ini dialami oleh Indonesia, terutama Jawa Timur dimana dari sisi geopolitik, terorisme telah memanfaatkan Jawa Timur sebagai wilayah Mantiqi II[1] untuk memperoleh anggota-anggota baru mereka.
Menurut Densus88, terorisme merupakan suatu bentuk kejahatan yang menimbulkan ketakutan terhadap manusia yang oleh karena itu terorisme adalah musuh bagi dunia internasional.· Untuk itu pula, msusuh bagi Indonesia juga. Sepak terjang terorisme di Indonesia dimotori oleh Al-Jamaah Al-Islamiah (JI) dan Dr. Azhari dan Noordin M. Top. Untuk yang pertama, merupakan jaringan terorisme internasional yang memiliki hubungan dengan teroris di Indonesia. Sehingga, menurut Densus88 terorisme yang ada di Indonesia merupakan jaringan dari JI. Tambahan pula bahwa Amrozi dan Muklas serta kawan-kawan lainnya merupakan anggota dari JI.
Sementara yang kedua, merupakan orang yang berkewarganegaraan Malaysia. Mereka melakukan aksi-aksi terorisme di Indonesia. Keduanya menggunakan Malaysia sebagai basis perencanaan dan mengumpulkan dana. Dan tempat eksekusi teror berada di wilayah Indonesia. Hal ini menimbulkan suatu prejudice di benak Densus88 bahwa jangan-jangan ini merupakan ambisi geopolitik Malaysia untuk menguasai wilayah Indonesia dan membuat Indonesia tidak aman yang akan berdampak pada stabilitas dan perkembangan kehidupan di Indonesia. Oleh karena itu, menurut Densus88 antara geopolitik dan terorisme sangat terkait erat.
Dapat kita lihat bagaimana Jawa Timur memiliki sejumlah SDA yang melimpah diantaranya minyak di Blok Cepu yang sekarang dikelola pihak asing yaitu ExonMobile; gas di wilayah Sidoardjo; serta perusahaan milik negara seperti Semen Gresik dan PetroKimia ada di Jawa Timur. Hal ini dapat menimbulkan aksi-aksi teror oleh teroris terlebih adanya aset asing di Jawa Timur yang sangat “dibenci” teroris.§ Untuk Densus88 mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang ada di Jawa Timur yang akan mengarah pada aksi-aksi terorisme.
Dari sini Densus88 menilai bahwa pemahaman akan geopolitik dan terorisme memerlukan sebuah pemahaman terhadap wawasan nusantara sehingga diharapkan dapat mencegah aksi-aksi terorisme yang dilakukan oleh warga negara Indonesia sendiri. Wawasan nusantara itu meliputi pemahaman akan sejarah perjuangan para founding-father dalam mendirikan Bangsa dan Negara Indonesia, ibu kita Ibu Pertiwi Indonesia, ideologi negara yaitu Pancasila, lambang negara Burung Garuda, bahasa negara Bahasa Indonesia, dan keragaman etnisª di Indonesia yang harus dijadikan sebagai pemersatu, seperti Batak, Sunda, Jawa, Ambon, Dayak, Asmat, Tionghoa, Madura, dan lain-lain. Dengan pemahaman terhadap wawasan nusantara tersebut maka akan menimbulkan suatu kewaspadaan dan ketahanan nasional yang kuat dan hal ini akan menjadi modal bagi seluruh manusia Indonesia untuk melawan dan memerangi segala bentuk terorisme.
BAGIAN II
Selain itu, yang menjadi perhatian lain bagi Densus88 adalah pemilihan kepala daerah (pilkada) dan gubernur (pilgub) serta kepala desa (pilkades) yang akan diadakan pada interval tahun 2007 dan 2008. Ini menjadi perhatian karena untuk mencegah aksi-aksi kerusuhan dan pengrusakan oleh para pengacau maupun simpatisan suatu kelompok atau partai tertentu pada dan pasca pilkada dan pilgub. Selain itu, mencegah adanya provokasi masa oleh oknum-oknum yang sengaja menciptakan kekacauan seperti teroris misalnya yang amenunggangi pilkada/pilgub tersebut atau partai/simpatisan yang tidak puas terhadap hasil pemilihan.
Pilgub Jatim akan diadakan pada tahun 2008 mendatang, tepatnya pada pertengahan bulan Juni. Namun, intensitas politiknya kini kian meningkat dengan ditandai pemasangan pamflet/poster para calon gubernur di sepanjang jalan dan tempat-tempat publik. Hal ini juga sama dengan pilkada dan pilkades di beberapa daerah Jatim. Untuk itu, penting bagi aparat keamanan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang pernah terjadi di daerah Sulawesi, terjadi pembakaran dan pengrusakan sejumlah tempat publik dan DPRD serta KPUD setempat.
Beberapa potensi konflik menjelang dan saat pilgub tersebut antara lain, DP-4, hal ini karena tidak dilakuka pendataan nama-nama calon pemilih sehingga terjadi tumpang tindih daftar pemilih yang terdaftar dengan yang seharusnya; masalah administrasi pemilihan; masalah pengrusakan oleh masa-masa yang tidak jelas, termasuk para incumben yang akan mengarahkan masa dengan memakai fasilitas dinas; serangan fajar ketika pemilihan dilakukan; adanya miskoordinasi antara PPS-3 dengan PPK yang tidak “beres” dimana PPS-3 hanya mengumumkan hasil pemilihan saja yang akan menimbulkan kecurangan; dan lain-lain. Semua itu akan menjadi potensi konflik sehingga sangat menjadi perhatian bagi Densus88. Dan jangan sampai konflik tersebut dimanfaatkan oleh para teroris.
Sementara itu, potensi konflik menjelang dan saat pilkada dibeberapa daerah Jatim antara lain, di Sampang, Madura, pelaksanaan pilkadanya mundur terus yang seharusnya tahun 2006 lalu sekarang dijadwalkan pada 14 November 2007. Selain itu, terjadi juga ketidakkonsekuenan para calon, seperti dalam tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mencalonkan gubernur yang masih menjabat bernama Fadilah untuk maju lagi; dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang mencalonkan bukan kader partai yang bernama Nurcahya dari Bank Indonesia.
Di daerah Batu, Malang, juga diantisipasi adanya konflik dimana dalam pemilihan tersebut ada koalisi partai-partai kecil yang membentuk Partai Gulo Klopo. Di Bojonegoro, pelaksanaan pemilihannya belum ada kepastian yaitu bulan Desember tahun ini atau Januari tahun 2008. Selain itu, terjadi juga konflik internal partai seperti yang dialami oleh PKB yaitu permasalahan kepengurusan kota yang ganda, aset kepemilikan partai, dan PAW.
Yang menarik lagi dalam musim pilkada ini adalah masalah Partai Papernas yang sangat kontroversial dan keberadaannya diresahkan oleh sebagian kalangan terutama kaum Muslim Indonesia dan kaum nasionalis yang akan menimbulkan konflik horisontal antar kelompok. Partai ini dianggap memiliki keterkaitan/kemiripan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI)–partai terlarang di Indonesia–terutama program-program partainya dan berhaluan kiri. Oleh karena itu, Densus88 Anti-Teror sangat memperhatikan partai ini untuk mencegah adanya rovokasi masa dan hal-hal yang membahayakan ideologi negara.
Terkait dengan pilkada dan terorisme di Jawa Timur ini, hal yang sangat diantisipasi oleh Densus88 adalah keberadaan Abu Bakar Ba’asyir. Densus88 mengkhawatirkan ABB¨ akan “menunggangi” dan “memprovokasi” pilkada dengan tujuan-tujuan atau ambisinya untuk menerapkan syariat Islam di Indonesia melalui penerapan perda syariat. Selain itu, ABB dianggap “berbahaya” bagi ideologi negara, Pancasila, yang akan mengundang usaha-usaha subversif. Hal ini seperti yang ditemukan oleh Densus88 mengenai ambisi ABB antara lain sebagai berikut.
Q Menjadikan Jawa Timur sebagai laboratium uji coba untuk syariat Islam;
Q Mengharapkan di setiap kabupaten ada nuansa syariat Islamnya, yaitu adanya peraturan daerah (perda) syariat;
Q Mendirikan Daulah Islamiah Indonesia;
Untuk itu, dalam moment pilkada ini Densus88 sangat concern terhadap segala upaya yang akan memicu konflik dan terorisme menjelang dan saat pilkada dilakukan. Ditambah lagi adanya partai yang dianggap meresahkan warga yaitu Papernas, dan keberadaan ABB di Indonesia yang selalu bolak-balik ke Jawa Timur yang akan sangat inten untuk menerapkan perda yang bernuansa syariat.
BAGIAN III
Terlihat betapa stigma terorisme sekarang telah bergeser ke siapa saja yang membahayakan ideologi negara. Namun, stigma yang “populer” di dunia adalah teroris identik dengan Muslim yang dianggap cenderung eksklusif. Hal pertama yang dicapkan oleh AS terhadap Muslim di dunia pasca 11 September. Dan kini Indonesia dianggap sebagai negara yang paling berhasil dalam membrantas, melawan, dan perang terhadap terorisme dengan sejumlah apresiasi dari negara lain.
Terorisme merupakan sebuah kejahatan yang anti-kemanusian yang setiap saat akan meneror ketenangan dan keamanan masyarakat. Beberapa kasus terorisme di Indonesia pun bisa dipecahkan walaupun PR ke depan dan sejumlah hambatan masih dihadapi dan menjadi kendala. Oleh karena itu, Densus88 Anti-Teror terus melakukan pencarian dan pemutusan mata rantai teroris di Indonesia khususnya di Jawa Timur oleh Densus88 Anti-Teror Polda Jawa Timur, baik melalui mekanisme legal sesuai dengan UU dan kode etik Kepolisian Republik Indonesia maupun dengan cara-cara ilegal seperti aksi-aksi intelejen untuk mengumpulkan informasi dan bukti kejahatan seorang troris.
Dalam melakukan tugasnya menghancurkan segala bentuk terorisme, Densus88 berpegang pada Undang-Undang No. 15 Tahun 2003. Dalam UU tersebut sangat jelas mengenai definisi terorismev. Dalam definisi tersebut mengandung segala usaha yang dapat menimbulkan keresahan dan ketakutan masyarakat dimana diwujudkan dalam bentuk kekerasan dan penghancuran fasilitas publik oleh teroris. Uniknya, para pelaku teroris di Indonesia tidak berani untuk bertanggung jawab atas aksi yang merea lakukan. Tidak seperti para teroris luar negeri yang muncul ke publik lewat pemberitaan bahwa kelompoknyalah yang bertanggung jawab atas peristiwa terorisme tersebut.
Dalam melakukan pembasmian terorisme di Jawa Timur khususnya dan Indonesia umunya, Densus88 Anti-Teror Polda Jatim melakukan sejumlah kerjasama lintas batas baik level instansi/departemen , level daerah, maupun level negara. Hal ini dilakukan dengan sejumlah amsumsi yaitu, perencanaan di suatu negara tetapi eksekusi di negara lain, kejahatannya di suatu negara tetapi dampaknya ke negara lain, ada keterkaitan pelaku terorisme dengan negara lain, dan terakhir adalah adanya hubungan/jaringan teroris dengan kelompok separatis. Hal ini akan membantu dan mempermudah Densus88 dalam melakukan pembasmian terorisme di Jawa Timur. Terlebih, Jawa Timur merupakan daerah yang digunakan oleh teroris sebagai tempat persiapan, persembunyian, sasaran terorisme, dan perekrutan anggota.
[1] Mantiqi merupakan istilah yang digunakan oleh teroris di
· Melalui pernyataan ini, Densus88 menolak bahwa WoT yang dilakukannya adalah sebagai bentuk kepanjangan dari agenda AS dalam kebijakan WoT-nya. Karena terorisme dapat membahayakan semua orang dan sifat terorisme sendiri yang “tak terlihat” (stealth), tak mengenal batas (boarderless), dan tak mengenal hukum dan kemanusiaan (lawless and inhuman).
§ Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Amrozi, pelaku Bom Bali I, bahwa ia melakukan aksi pemboman tersebut untuk berjihad terhadap kaum kafir di Bali yang kebanyakan adalah para wisatawan dari Australia. Oleh karena itu, Densus88 melihat bahwa hal tersebut jangan sampai terjadi di Jawa Timur terutama dengan hadirnya aset asing disana.
ª Densus88 menyebutnya sebagai Saudara-Saudara Kita Sebangsa Setanah Air.
¨ ABB merupakan istilah yang dipakai Densus88 untuk menyebut inisial Abu Bakar Ba’asyir.
v walaupun tidak ada kesepakatan atau definisi yang jelas mengenai terorisme itu sendiri tetapi Densus88 menjadikan definisi terorisme menurut UU No. 15 sebagai pegangan dalam melaksankan tugasnya.