.
.
.
.
.

AEC: Hadapi Tantangan atau Hambatan?

Posted by Edy Jayakarya

By: M. Edy Sentosa Jk.

print this page
Print this article

ASEAN Economic Community (AEC) merupakan bentuk tahapan kerjasama regional di kawasan Asia Tenggara yang tujuan utamanya adalah pembentukan sebuah komunitas ekonomi bersama Negara-negara Asia Tenggara melalui kerangka ASEAN. Blueprint dari AEC sendiri telah disepakati pada KTT XIII di Singapura 20 November 2007 yang merupakan kelanjutan dari KTT Bali pada Oktober 2003 dimana dalam KTT Bali ini dihasilkan Bali Concord II yang berisi mengenai Visi ASEAN 2020, yaitu pembentukan komunitas ASEAN dalam tiga pilar. Tiga pilar tersebut adalah Ekonomi dalam kerangka AEC, Keamanan dalam kerangka ASC, dan Sosio-Culture dalam kerangka ASCC. Diharapkan ASEAN kedepan dapat menjadi sebuah komunitas tunggal yang terintegrasi seperti UE dimana tahapan integrasi Eropa hampir mencapai integrasi politik.

Hal yang mendasar dari AEC adalah adanya sebuah keinginan dari para pemimpin ASEAN untuk mewujudkan pusat perdagangan kawasan terintegrasi sebagai wujud komitmen untuk menciptakan dan meningkatkan pembangunan komunitas ASEAN dalam mengahadapi tantangan global. Oleh karena itu, pembentukannya ditargetkan mulai 2008 dan implementasinya pada 2015. Ini akan menjadikan kawasan Asia Tenggara sangat kompetitif bila Visi 2020-nya dapat tercapai sesuai dengan Bali Concord II. Tentunya, hal tersebut akan memberikan kontribusi bagi kemajuan dan pembangunan kawasan.

Secara garis besar, terdapat empat karakteristik dari AEC, yaitu pasar dan basis produksi tunggal, ekonomi kawasan yang kompetitif, kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata, dan suatu kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global. Karakteristik tersebut juga didukung dengan prinsip keterbukaan, outward-looking, inclusives, dan ekonomi berbasis pasar yang dijalankan melalui peraturan-peraturan multilateral sebagai sebuah implementasi komitmen ekonomi antar Negara anggota. Prinsip-prinsip inilah yang akan menjadi driving-factor bagi ASEAN untuk menjadi sebuah kerjasama regional yang lebih dinamis dan mencapai sebuah tahapan pembangunan kawasan yang lebih kondusif.

Perkembangan ASEAN membentuk AEC sebenarnya sebagai wujud dari AFTA Plus dimana kesepakatan-kesepakatan dalam AFTA sebagian termaktub dalam blueprint AEC. Dalam AFTA diatur mengenai penghapusan hambatan-hambatan yang bersifat tariff dan non-tarif. Selai itu, AFTA juga dilengkapi dengan ASEAN Single Window yang mengatur kemudahan aliran barang dengan mengintegrasikan prosedur pabean, CEPT Rules of Origin, dan harmonisasi standar. Sementara dalam AEC lebih komprehensif lagi yang mencakup tidak hanya free trade area tetapi juga common market. Hal ini ditunjukkan dengan adanya aturan mengenai liberalisasi aliran barang, jasa, modal, investasi, dan tenaga kerja. Implementasinya adalah dalam bentuk liberalisasi 11 sektor utama yang dijadikan sebagai prioritas dalam mencapai AEC, yaitu produk kayu, otomotif, karet, tekstil dan produk tekstil (TPT), agro, perikanan, elektronik, produk kesehatan, teknologi (e-commerce), turisme, dan penerbangan.

Jika dimamati, pola tersebut telah membentuk ASEAN menuju tahapan integrasi ekonomi pada common market, yang sebelumnya pada ranah free trade area. Artinya, implementasi AEC pada 2015 akan membawa ASEAN ke tahapan berikutnya seperti UE, yaitu economic union. Namun, apakah ASEAN dapat mencapai tahapan akhir integrasi tersebut? Tentunya jika kita bandingkan dengan UE, maka terdapat sejumlah tantangan yang harus dihadapi ASEAN. Pertama, adanya kesenjangan diantara Negara anggota dalam hal ekonomi. Misalnya, dalam hal tariff Singapura telah memberlakukan tariff 0% semenatara di Negara lain seperti Vietnam masih 17%. Kedua, hubungan perdagangan intra-ASEAN masih rendah. Misalnya, ekspor impor antar Negara ASEAN pada 2006 saja masih 25% dari total ekspor impor. Ini menunjukkan bahwa ketergantungan ekonomi dan regional awarness ASEAN masih rendah. Ketiga, hubungan perdagangan dan liberalisasi antar Negara anggota ASEAN tidak dijalankan menurut kerangka AFTA tetapi lebih pada MFN. Ini dapat dilihat dari pelaksanaan peraturan WTO dalam hubungan dagang ASEAN dengan kawasan lain.

Keempat, elitisme dalam ASEAN masih kental. Ini dapat dilihat dengan adanya “Club of Ministers” dimana partisipasi masyarakat tidak dilibatkan dalam setiap perumusan dan pengambilan kebijakan. Kelima, stabilitas kawasan yang masih bergantung pada kekuatan eksternal. Ini dibuktikan dengan keterlibatan Negara-negara besar dalam aspek pertahanan dan keamanan setiap Negara anggota ASEAN, seperti aliansi Sigapura dan AS dan China dengan Negara Indo-China-nya. Dan terakhir adalah tidak adanya sebuah lembaga supranasional yang dijadikan sebagai pusat penyelesaian konflik dan sengketa antar Negara anggota. Ini terlihat dari lemahnya struktur dan kelembagaan Sekretariat ASEAN.

Terlepas dari hambatan tersebut, ASEAN merupakan sebuah kerjasama regional yang sangat progresif dalam hal wacana dan kebijakan apa yang harus dibuat untuk mewujudkan integrasi regional, tetapi regresif dalam hal implementasi karena politik curiga dan kepentingan nasional masih menjadi utama daripada regional awarness dan common interests. Sebagai sebuah kawasan yang dinamis ASEAN memiliki berbagai potensi dalam mewujudkan AEC pada 2015. Diantara potensi-potensi tersebut adalah kaya akan sumber daya alam, jumlah penduduk yang hampir mencapai 520 juta yang berpotensi sebagai pangsa pasar yang besar, petumbuhan ekonomi yang signifikan, dan lain-lain. Oleh karena itu, dinamika yang dihadapi oleh ASEAN dalam upayanya untuk mencapai AEC sangatlah fluktuatif.

Hal yang perlu dilakukan ASEAN untuk mencapai AEC adalah harus ada political will dan common vision yang kuat dalam membentuk dan melaksanakan setiap kesepakatan yang telah dicapai dalam AEC, pembentukan moneter tunggal ASEAN –mekanisme ini dapat dicapai apabila perdagangan intra regional ASEAN tinggi –sekaligus Bank Sentral ASEAN, kerangka AFTA dan poin-poin dalam blueprint AEC harus menjadi meanstream utama dalam hubungan perdagangan antar Negara anggota maupun dengan Negara lain di luar kawasan, harus ada realokasi sumber daya dan partisipasi penuh setiap Negara anggota dalam proses integrasi–hal ini dapat dicapai dengan bantuan teknis dan financial, transfer teknologi, dan fasilitasi pendidikan dan pelatihan terutama dari ASEAN-6 terhadap CLMV, pembangunan infrastruktur kelembagaan ASEAN, seperti peran dan fungsi serta tugas Sekretariat ASEAN harus diperkuat dan diperjelas, dan pembentukan lembaga supranasional yang dapat memfasilitasi proses integrasi ASEAN itu sendiri.

Berkaca pada pengalaman UE bahwa tidak ada proses integrasi kawasan yang instant dalam beberapa dekade, tetapi dalam setiap proses integrasi itu sendiri sangat penting dalam pencapaian tahapan integrasi sesungguhnya. UE sendiri telah matang untuk mencapai tahapan integrasi ekonomi setelah kira empat atau lima decade.


0 comments:

.
|*|:::...Thank for Your Visiting...:::|*|:::...Gracias por Su Visita...:::|*|:::...Danke für Ihren Besuch...:::|*|:::...Dank voor Uw Bezoek...:::|*|:::...Merci pour votre visite...:::|*|:::...Grazie per la Vostra Visita...:::|*|:::...Agradeço a Sua Visita...:::|*|:::...Için Tesekkür Senin Konuk...:::|*|:::...شكرا لجهودكم الزائرين...:::|*|:::...Спасибо за Ваш визит...:::|*|:::...Подякуйте за ваш відвідуючий...:::|*|:::...Terima Kasih Atas Kunjungan Anda...:::|*|:::...|* [Copyright © 2008 M. Edy Sentosa Jk. on http://theglobalgenerations.blogspot.com]*|...:::|*|
.
.