By: M. Edy Sentosa Jk. & Dita Bhangga KM.
Print this article
Judul : Iron Man
Tanggal Launching : Selasa, 29 April 2008
Pemain : Robert Downey Jr………. Tony Stark/Iron Man
Terrence Howard ………. Jim Rhodes
Gwyneth Paltrow ………..
Jeff Bridges …………….. Obadiah Stane / Iron Monger
Samuel L. Jackson ………Nick Fury
Leslie Bibb ………………Christine Everhart
Clark Gregg …………….. Agent Phil Coulson
Shaun Toub …………….. Yin-Sen
Nazanin Boniadi ……….. Ameera Ahmed
Bill Smitrovich …………. General Gabrielv
Ghostface Killah …………
Faran Tahir ………………Raza
Sahar Bibiyan ……………Gulmira mom
Sayed Badreya …………..Abu Bakar
Fahim Fazli ………………Omar
Micah A. Hauptman ……Lacy
Sutradara : Jon Favreau
Produser : Ari Arad, Peter Billingsley, Louis D'Avi
Produksi :
Deskripsi Film :
Iron Man merupakan film superhero yang cerita dan karakter pemainnya berasal dari cerita komik produksi Marvel yang ditulis oleh Stan lee, Lary Lieber, Don Heck dan Jack Kirby dengan judul yang sama pula. Film ini di sutradarai oleh Jon Favreau, diproduseri oleh Avi
Iron Man bercerita mengenai kehidupan seorang pengusaha senjata dari Amerika yang kaya raya bernama Tony Stark (Robert Downey Jr.). Perusahaan senjata yang diwariskan oleh ayahnya, Howard Stark Industries, bernama Stark Industries merupakan industri senjata sangat besar, dimana militer Amerika mendapatkan pasokan senjata dari perusahaan ini. Tony Stark adalah seorang playboy akan tetapi merupakan penemu yang jenius. Dia dapat menemukan senjata-senjata baru yang canggih melalui risetnya sendiri. Tony bekerja dibantu oleh seorang asisten pribadi bernama Pepper Pots (Gwyneth Paltrow). Karena kepintarannya dan kekayaannya di bidang industri senjata maka Tony Stark memiliki kuasa yang besar sehingga dia sering bertindak seenaknya atau bersikap masa bodoh.
Akan tetapi sikapnya tersebut berubah drastis setelah kendaraan yang ditumpanginya dibom dan kemudian Tony diculik oleh kelompok pemberontak di
Karena peristiwa ledakan yang tepat mengenai kendaraannya tersebut, Tony mengalami luka parah karena serpihan-serpihan bom tersebut masuk kedalam jantungnya. Pada saat di culik, Tony dibawa ke gua sarang kelompok pemberontakan tersebut dan kemudian disekap bersama seorang insinyur
Tony dan Dr. Yinsen kemudian dipaksa oleh ketua kelompok pemberontakan di
Akan tetapi Tony tidak bekerja untuk membuat senjata yang diminta, melainkan ia dan Yinsen membuat baju besi untuk menyelamatkan diri dari penculikan tersebut. Setelah diketahui, akhirnya Tony dan Dr. Yinsen terlibat pertempuran dengan “The Ten Ring” hingga keluar menuju desa tempat tinggal Yinsen.
Disana Tony melihat dengan mata kepala sendiri bahwa senjata yang selama ini ia buat digunakan oleh para pemberontak untuk membunuh masyarakat sipil yang tidak berdosa di
Tony kemudian berniat untuk menutup secara permanen pabrik senjatanya dan kembali menyempurnakan baju besinya untuk digunakan kembali melawan kelompok pemberontak di
Obadiah Stanev kemudian bekerjasama dengan kelompok pemberontak yang memesan senjata buatan Stark Industries darinya. Mereka berdua bersama-sama ingin menghancurkan Tony. Obadiah dapat membuat baju besi baru yang digunakan untuk melawan Tony dengan bantuan dari Raza, sehingga keduanya pun terlibat dalam pertempuran seru. Dalam pertempuran tersebut Tony dibantu oleh asisten pribadinya yang setia dari dulu, Pepper Pots. Pertempuran keduanya kemudian dimenangkan oleh Tony dan akhirnya Tony mengaku bahwa dia adalah
Orientalisme :
Penulis menggunakan konsep orientalisme dalam menganalisis film “Iron Man” tersebut. Melalui konsep ini, penulis berusaha menjelaskan sebuah ketimpangan dalam menilai peradaban dan tatanan sosial dunia ketiga ditinjau dari negara maju. Penilaian tersebut cenderung memarginalkan dunia ketiga yang dianggap memiliki nilai dan tatanan sosial yang kurang maju dan modern sehingga memunculkan gambaran mengenai dunia ketiga yang identik dengan penuh konflik, kekerasan, dehumanity, dan keburukan.
Kajian orientalisme merupakan disiplin akademik yang digunakan Barat untuk mendekati Timur secara sistematik sebagai topik ilmu ketimuran, penemuan, dan pengalaman. Dengan pendekatan orientalisme pula, Barat berhasil memantapkan kehadirannya dalam bentuk ketenaran dan superioritas secara ekonomi, politik, budaya, dan ideologi di hampir seluruh dunia Timur, terutama Islam yang kini pengaruhnya masih dirasakan kuat.
Secara historis, kajian orientalis memiliki hubungan erat dengan kolonialisme Barat pada abad 17 dan 18 dimana mereka secara fisik telah menjajah dunia ketiga. Dan era kontemporer ini dipenuhi oleh bentuk neoimperialisme dan neokolonialisme sebagai wujud dari ekses orientalisme itu sendiri. Inilah yang kemudian memberikan stereotype negatif terhadap dunia ketiga, supaya kekuasaan Barat tetap superior atas dunia ketiga. Tentunya, untuk mencapai superiotas tersebut mereka menggiring sebuah pengetahuan dan pemahaman serta informasi mengenai dunia ketiga yang digambarkan secara linguistik dari penilaian mereka atas realitas dan pengalaman dunia ketiga. Tak heran jika “picture in our heads” mengenai dunia ketiga terutama Islam telah terbentuk atas informasi dan “dogma” Barat tersebut.
Memang, hingga saat ini masih cukup hegemonik bahwa tradisi berfikir dan nalar seringkali ditujukan pada peradaban Barat. Klaim kebenaran yang datang dari Barat akan dengan serta merta diterima sebagai taken for granted. Hal semacam ini terjadi karena begitu kuatnya hegemoni kebenaran yang ada dalam peradaban Barat. Terlebih aspek power atau kekuasaan berada dibalik orientalisme itu sendiri, sehingga apa yang orientalisme lontarkan seakan-akan menjadi sebuah kebenaran yang final, tak terbantah, dan tak tergugat. Hal ini tercermin bagaimana citra Islam di dunia Barat seringkali paralel dengan agama teroris, seruan perang, dan sangat radikal fundamentalis. Masalahnya, gambaran tentang Islam tersebut sejatinya adalah proses reduksi dari keadaan yang sesungguhya. Kaum orientalis tidak mau menengok kembali tentang Timur, terlebih tentang Islam. Dan pada akhirnya mereka terjebak dalam kebenaran final atas apa yang telah mereka nilai dan simpulkan dari Timur.
Nah, dalam film “Iron Man” ini, nuansa orientalis sangatlah kental, yaitu bagaimana Barat, dalam hal ini AS, melalui media perfilmannya menggambarkan Afganistan sebagai negara yang penuh dengan kekerasan dan konflik serta aksi-aksi terorisme yang dehumanis. Tidak hanya gambaran Afganistan sebagai sebuah entitas politik, tetapi juga gambaran akan realitas masyarakatnya yang cenderung diwarnai dengan hubungan fluktuatif dan konfliktif satu sama lain yang suka akan perang dan benci akan kebebasan. Gambaran tersebut berpengaruh terhadap stereotype negatif yang melekat erat terhadap Islam, ini didasarkan pada penduduk Afganistan yang mayoritas muslim. Hal inilah yang ingin digambarkan Barat mengenai dunia Islam yang radikal fundamentalis. Pada akhirnya, ini akan membentuk picture in our head mengenai Islam.
Berdasarkan film ini, dapat dinilai bahwa AS berusaha menunjukkan negaranya sebagai penyelamat atau pahlawan bagi masyarakat sipil di Afghanistan. Stark setelah mengalami peristiwa yang tak terlupakan selama di Afghanistan, tidak mau menyia-nyiakan hidupnya dan merasa bersalah karena telah bersikap tidak peduli selama terjun dalam industri senjata. Oleh karena itu, Stark mulai merubah dirinya menjadi pahlawan super menyelamatkan masyarakat sipil dan menghancurkan semua yang telah dia buat selama ini (senjata-senjatanya). Melalui tokoh Stark ini, AS digambarkan sebagai super hero yang bisa mengakhiri perang yang telah diawalinya seperti semangat yang dimiliki oleh partai Demokrat. Ini menunjukkan ketimpangan penilaian AS terhadap sistem di Afganistan yang dianggapnya sebagai sarang pembrontak yang pada akhirnya akan memicu gerakan teroris. Afganistan kemudian dianggap sebagai dunia yang ada ketika AS terlibat untuk menyebarkan paham demokrasi dan kebebasan disana. Ini merupakan cara pandang kaum orientalis.
Hal yang sangat menunjukkan kajian orientalis dalam film ini adalah ketika Tony sadar bahwa senjata yang selama ini ia produksi telah menyebabkan ribuan korban tak berdosa di Afganistan mati dengan sia-sia. Kesadaran ini kemudian ia wujudkan untuk menutup pabrik senjatanya dan mengembangkan temuan baju besinya guna menyelamatkan desa Yinsen di Afghanistan yang di tekan oleh kelompok pemberontak disana sembari melakukan perlawanan terhadap kelompok pembrontak tersebut. Di sisi lain kondisi dan tatanan social Afganistan digambarkan dengan begitu seramnya yang diwarnai oleh kekerasan dan konflik, sehingga memerlukan “bantuan” AS untuk mewujudkan tatanan yang lebih kondusif. Dapat dilihat bahwa film ini berusaha memframing picture peradaban dan politik AS yang bagus dan kondusif jika dibandingkan dengan negara lainnya.
Dengan menyaksikan film ini, masyarakat awam yang belum mengerti bagaimana AS dalam politik internasional akan berasumsi bahwa AS adalah negara besar yang dapat menjadi super hero untuk menjaga perdamaian dunia. Padahal kenyataannya tidak seperti itu, AS justru dengan power yang ia miliki bertindak intervensionis dan militeris terhadap ngara lain yang ia anggap sebagai musuh kebebasan. Lagi-lagi dapat dilihat bahwa klaim kebebasan merupakan hal yang final, tak dapat dibantah, dan tak tergugat. Ini merupakan cermin orientalisme. Jadi, Afganistan Buruk dan AS Baik.
0 comments:
Post a Comment