.
.
.
.
.

DUA SISI YANG BERLAINAN (TEKNOLOGI dan NASIONALISME)

Posted by Edy Jayakarya

By: M. Edy Sentosa Jk.

print this page Print this article

I

ronis sekali, betapa tidak, kemajuan teknologi yang ada sekarang telah terlampau cepat dengan berbagai penemuan-penemuan baru yang serba praktis untuk digunakan dan “dipercepat” dengan segala upaya eksploitasi sumber daya non-manusia ataupun manusia. Di era teknologi informasi dan komunikasi ini, yang didukung pula oleh tatanan global (baca: Globlalisasi), terus memacu untuk membuat suatu bangunan ide atau pemikiran yang tak jarang dapat menimbulkan suatu gerakan anarkisme-intelektual yang saling-silang argument tentang ide, pemikiran, ataupun segala fakta sosial yang terjadi di suatu masyarakat atau bangsa di suatu wilayah dalam nation-state tertentu pula. Tak jarang hal itu dapat didengar dan diterima oleh suatu masyarakat atau bangsa di luar wilayah nation-state tersebut yang pada akhirnya akan menimbulkan reaksi terhadap pemikiran ataupun fakta sosial yang terjadi.

***

Teknologi telah mengaburkan sekat-sekat suatu nasionalisme bahkan kedaulatan suatu negara. Ruang dan waktu seolah tidak ada signifikansinya dalam mobilitas manusia di era ini. Mereka menjalin hubungan satu sama lain tanpa mengenal batas wilayah, bahkan pertemuan antar mereka dapat terjadi secara digital melalui teknologi satelit atau iternet. Inilah yang kemudian akan mengantarkan manusia membentuk sebuah komunitas digital-imajiner dalam satu-kasatuan pola sikap dan pemikiran. Sebuah era baru dalam sejarah manusia akan tercipta dalam perkembangan dan kemajuan teknologi dimana sekat-sekat nasionalisme akan semakin kabur dengan semakin intensnya interaksi digital-electronic antar mereka.

Dalam keadaan yang demikian ini, seperti yang diungkapkan oleh kaum post-modernis, seolah-olah kemajuan yang ada menciptakan suatu kondisi binary-oppotitions yang saling bertentangan–bagai dua sisi mata uang. Sehingga dalam perkembangan interaksi digital-electronic antar manusia di dunia ini telah menciptakan dua kelompok yang saling berseberangan dalam menyikapi permasalahan yang ada. Di satu sisi, ada kelompok komunitarian yang menganggap identitas kelompok sangatlah penting di era ini. Dunia merupakn bagian dari kehidupan antar komunitas yang ada. Mereka saling berinteraksi dengan nilainya masing-masing yang tak jarang berseberangan satu sama lain. Sehingga eksistensi setiap komunitas perlu menjaga dan melestarikan identitas mereka dan menolak adanya intervensi dari luar komunitasnya yang dapat merusak bahkan merubah tatanan yang ada. Jadi, seolah, kemajuan teknologi menurut kelompok ini tak lain sekedar sebagai wahana untuk mengetahui dan mengenal berbagai keragaman yang ada. Pada akhirnya, rasa nasionalisme akan tertanam dalam sanubari mereka walau interaksi digital-electronic telah melampaui batas-batas nasionalismenya.

Di sisi lain, muncul kelompok kosmopolitan yang sangat concern terhadap nilai-nilai kemanusian universal. Dunia merupakan tempat hidup bagi semua manusia di wilayah manapun mereka berada. Mereka ibarat satu keluarga besar yang memiliki kaidah dan nilai umum bersama dalam menjaga kedamaian hubungan dan interaksi yang terjadi. Sehingga masalah-masalah yang muncul dapat berpengaruh terhadap semua terutama merusak nilai dan kaidah umum tersebut. Untuk itu, kelompok ini mengangap intervensi kemanusian merupakan hal yang dibutuhkan dan hal yang mesti dilakukan untuk menjaga nilai kemanusiaan universal. Terlihat bahwa kemajuan teknologi akan membawa manusia pada satu human-sense yang menyatukan sikap dan pemikiran mereka. Sehingga, interaksi yang terjadi malah akan mengikis rasa nasionalisme dan mengkonstruksi visi dunia sebagai keluarga besar umat manusia.

Inilah kehidupan yang selalu akan mengalami dinamika dalam sejarah manusia. Teknologi akan terus berkembang diiringi dua sisi yang berlainan. Sementara, rasa nasionalisme akan terombang-ambing dalam kenyataan sejarah manusia yang selalu diliputi dengan kondisi binnary-oppotitions. Inilah yang membuat setiap manusia yang hidup dalam satu nation-state memiliki rasa nasionalisme yang berpelangi. Ya, ibarat pelangi yang berwarna-warni, nasionaliseme dalam diri manusia pun berpelangi (Pelangi Nasionalisme). Inilah kenyataan yang akan terus bergulir dalam sebuah nation-state, selama manusia berpikir tentang kehidupan dan masa depan mereka sebagai mahluk yang ditakdirkan memimpin dunia ini. ***

0 comments:

.
|*|:::...Thank for Your Visiting...:::|*|:::...Gracias por Su Visita...:::|*|:::...Danke für Ihren Besuch...:::|*|:::...Dank voor Uw Bezoek...:::|*|:::...Merci pour votre visite...:::|*|:::...Grazie per la Vostra Visita...:::|*|:::...Agradeço a Sua Visita...:::|*|:::...Için Tesekkür Senin Konuk...:::|*|:::...شكرا لجهودكم الزائرين...:::|*|:::...Спасибо за Ваш визит...:::|*|:::...Подякуйте за ваш відвідуючий...:::|*|:::...Terima Kasih Atas Kunjungan Anda...:::|*|:::...|* [Copyright © 2008 M. Edy Sentosa Jk. on http://theglobalgenerations.blogspot.com]*|...:::|*|
.
.