By: M. Edy Sentosa Jk. dkk
Print this article
Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan M. Edy Sentosa Jk. bersama empat orang lainnya yaitu, Dean Darmawan, M. Fuad Arief, Novrita Maria Ulfa, dan Widy Dinarti, mereka semua adalah teman seperjuangan di jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fisip Unair. Tulisan ini adalah hasil karya kami. Semoga dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
***_***
Kehidupan kampus merupakan kehidupan yang penuh dengan dinamika intelektualitas dan pergerakan. Intelektualitas karena berbagai pengetahuan dan wacana selalu menjadi dasar dalam setiap proses perkuliahan maupun pembelajaran di kelas. Cengkrama mengenai abstraksi dan konseptualisasi dari fenomena sosial sangat mewarnai dinamika yang ada, yaitu begaimana mahasiswa menilai fenomena sosial tersebut melalui pendekatan ilmiah yang menjadi perhatian dalam studinya. Sementara itu, pergerakan karena aspek-aspek praktis, sebagai wujud aplikasi dari teori-teori yang mahasiswa dapatkan di kelas, selalu menjadi bagian tak terpisahkan dalam dinamika ilmiah didalamnya. Dengan kata lain, pergerakan merupakan aksi nyata yang dilakukan untuk mendekatkan kajian ilmiah dengan fenomena sosial yang ada dalam masyarakat. Dua hal tersebut menjadi domain dalam gelora kehidupan kampus.
Tak heran jika gelora tersebut telah mempengaruhi dinamika sosial diluar kehidupan kampus. Karena kampus merupakan pusat untuk mencari dan mengembangkan pengetahuan secara ilmiah. Tentunya, aspek-aspek praktis juga melandasi pencarian dan pengembangan pengetahuan tersebut sehingga hasil yang dicapai benar-benar aplikatif terhadap realitas sosial dalam masyarakat. Hal inilah yang kemudian memberikan sumbangan penting bagi kemajuan masyarakat dimana kampus itu berada. Untuk mencapai semua itu, gelora intelektualitas dan pergerakan yang ada dalam kehidupan kampus menjadi penghubung penting. Dengan gelora intelektualitas maka mahasiswa dapat memberikan kontribusi bagi penemuan metodologi dan metode bagaimana masalah itu dirumuskan secara ilmiah. Hal itu semakin komplit dengan gelora pergerakan yang ada dalam diri mahasiswa, sehingga temuan tersebut semakin aplikatif dalam penyelesaian masalah. Setidaknya, itu menggambarkan dinamika kampus yang ideal dimana mahasiswanya memiliki gelora intelektualitas sekaligus pergerakan.
Dari gambaran tersebut, hal mendasar yang kemudian muncul adalah fenomena dalam masyarakat kampus untuk membuat sebuah dikotomi mengenai seorang mahasiswa, yaitu mahasiswa yang memiliki orientasi-kuliah dengan mahasiswa yang yang memiliki orientasi-organisasi ketika mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Pendikotomian ini kemudian menjadi sebuah konsep yang acapkali dijadikan sebuah penilaian atas orientasi seseorang ketika menjadi mahasiswa. Sehingga, orientasi tersebut memberikan gambaran mengenai kehidupan mahasiswa di kampus.
Gambaran orientasi tersebut merupakan wujud gelora intelektulitas dan pergerakan yang ada dikampus. Artinya, orientasi-kuliah lebih cenderung ke gelora intelektualitas sebagai landasan mendasar ketika mahasiswa menjalani studinya. Sebaliknya, gelora pergerakan menjadi landasan bagi mahasiswa yang memiliki dan memilih orientasi-organisasi dalam menjalani studinya. Dua hal inilah yang sangat unik dalam dinamika kehidupan kampus. Yang terkadang memiliki penilaian tersendiri ketika mahasiswa memilih orientasi-kuliah atau orientasi-organisasi selama menempuh jenjang pendidikan di perguruan tinggi.
Ada mahasiswa yang sangat perhatian dengan orientasi kuliahnya. Orientasi-kuliah ini menyebabkan ia selalu fokus terhadap perkuliahan yang ada. Studi yang ia jalani menjadi sangat penting dalam proses pencapaian yang ia inginkan. Hal ini membuat mahasiswa yang berorientasi-kuliah saja acapkali mengabaikan atau tidak terlalu hirau terhadap kegiatan-kegiatan yang diadakan di kampus.
Sementara itu, ada pula mahasiswa yang memiliki orientasi-organisasi. Dengan orientasinya itu, ia selalu perhatian terhadap kegiatan-kegiatan yang ada di kampus. Tak heran jika perkuliahan di kelas selalu menjadi prioritas setelah organisasi. Kegiatan organisasi kemudian menjadi titik tolak dalam aktivitas dan proses pembelajarannya di kampus sebagai seorang mahasiswa.
Terdapat pula mahasiswa yang memiliki orientasi selain organisasi tetapi juga orientasi-kuliah. Aktivitas mahasiswa ini hampir sama dengan dikotomi mahasiswa seperti yang dijelaskan diatas, hanya saja ia menunjukkan konsistensi yang imbang antara kegiatan organisasi dengan kegiatan belajar di kampus melalui proses perkuliahan yang ada. Perkuliahan kemudian menjadi sama pentingnya dengan organisasi. Hal ini nampak dari keikutsertaan secara aktif dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian yang ada di kampus, baik dalam hal ikutserta sebagai peserta, panitia, dan pengurus organisasi. Keikutsertaan tersebut tak serta merta membuat ia melalaikan kewajiban kuliahnya. Kuliah merupakan bagian penting dalam proses belajar yang ia tempuh di perguruan tinggi. Tidak hanya dalam benak penulis, bagi siapa pun juga yang menilainya bahwa mahasiswa yang memiliki orientasi ini memang sangat ideal.
Oleh karena itu, pandangan mahasiswa yang memiliki orientasi-kuliah terhadap mahasiswa yang memiliki orientasi-organisasi bisa jadi berbeda. Satu sama lain memiliki ”alibi” tersendiri dalam menjustifikasi posisinya. Kewajiban seorang mahasiswa adalah menuntut ilmu semata untuk mencapai prestasi terbaik selama di perguruan tinggi, menjadi hal penting bagi mahasiswa yang memiliki orientasi-kuliah. Hal sebaliknya adalah pengembangan diri lebih lanjut dalam wadah-wadah organisasi, menjadi hal penting bagi mahasiswa yang memiliki orientasi-organisasi. Hal inilah yang memberikan warna dalam menilai kehidupan kampus.
Dalam sejarahnya, dinamika kehidupan kampus menunjukkan sebuah tren yang unik. Keunikan tren tersebut ditunjukkan dengan silih bergantinya orientasi mahasiswa pada masanya. Masa sebelum reformasi 1998, menunjukkan tren orientasi-kuliah yang mewarnai dinamika kampus (Kurniawan 2007: 1). Kemudian masa berganti, reformasi 1998 menunjukkan titik transformasi menuju orientasi-organisasi, sehingga gelora pergerakan menjadi landasan dalam tren orientasi ini. Namun, dalam perkembangan reformasi itu sendiri, tren tersebut ibarat bertransformasi kembali menuju orientasi-kuliah, sehingga sangat kental gelora intelektualitas dalam kampus. Tapi, gelora itu semu jika dibandingkan dengan gelora intelektualitas masa sebelum reformasi.
Masa setelah reformasi menunjukkan dinamika yang lebih mengarah pada orientasi-kuliah. Hal ini terkait dengan status Perguruan Tinggi Negeri menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara, yang dikenal PTBHMN, yang berimplikasi pada biaya pendidikan yang semakin tinggi. Tentunya, tingginya biaya pendidikan ini memberikan implikasi lanjutan bagi mahasiswa untuk memilih orientasi-kuliah daripada orientasi-organisasi. Anggapan untuk menjadi mahasiswa yang berorientasi-kuliah kemudian menjadi pilihan rasional dikalangan mahasiswa. Dengan begitu ia menjadi fokus kuliah dan segera menyelesaikan studinya. Sehingga biaya pendidikan dapat ditekan.
Meskipun orientasi-kuliah menunjukkan trennya dikalangan mahasiswa, tetapi tidak banyak pula mahasiswa yang tetap memilih orientasi-organisasi menjadi landasannya dalam menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Semangat akan idealisme untuk lebih dekat dengan masyarakat dengan pergerakan yang praktis masih terdapat di sebagian mahasiswa. Setidaknya penulis melihat fenomena itu dihampir semua fakultas di Universitas Airlangga, yaitu masih ada mahasiswa yang orientasi studinya tidak hanya kuliah tetapi juga organisasi. Terlebih lingkungan dimana penulis berada, yaitu Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), menunjukkan dinamika yang sangat unik mengenai orientasi studi tersebut diatas. Menilai latar belakang keilmuaanya, ilmu sosial dan politik, mahasiswa yang kuliah di kampus FISIP seperti menyelami dinamika kehidupan kampus yang terdikotomikan atas orientasi-kuliah dan/atau orientasi-organisasi selama jenjang studi yang diambil mereka. Hal ini pula yang penulis lihat dari orientasi yang dimiliki oleh mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional, selanjutnya disebut Mahasiswa HI. Orientasi-kuliah dan orientasi-organisasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk diteliti dalam kaitan dengan Mahasiswa HI.
Kebanyakan mahasiswa program studi lainnya di lingkungan kampus FISIP menganggap eksklusif Mahasiswa HI. Hal ini terkait dengan jurusan ilmu hubungan internasional merupakan jurusan yang ”privilege” yang bersandar pada disiplin ilmu mutidisipliner. Fenomena ini telah membuat pandangan tersendiri terhadap Mahasiswa HI. Hal penting lainnya adalah bagaimana Mahasiswa HI memposisikan dirinya ketika bergaul, baik dalam arti interaksi sosial keseharian maupun dalam bentuk keikutsertaan Mahasiswa HI dalam matakuliah di luar program studinya, dengan mahasiswa program studi lainnya menghasilkan sebuah penilaian pula bahwa kebanyakan Mahasiswa HI adalah mahasiswa yang berorientasi-kuliah semata.
Melihat dinamika yang ada, penilaian itu bukanlah penilaian yang tidak berdasar. Mahasiswa yang mengambil program studi Ilmu Hubungan Internasional selalu disibukkan dengan tugas-tugas mingguan dalam setiap matakuliah yang mereka ambil. Sehingga, tugas mingguan merupakan rutinitas yang tak dapat diabaikan begitu saja. Menilai fenomena yang ada, rutinitas tugas tersebut akan semakin intens manakala jadwal kuliah yang mereka programkan sangat padat. Ini membuat hampir setiap hari Mahasiswa HI bergelut dengan tugas-tugasnya. Sehingga, aktivitas di luar kuliah jarang dilakukan, misalnya kegiatan organisasi.
Namun, ditengah-tengah mainstream Mahasiswa HI seperti tersebut diatas, ada keunikan yang penulis lihat yaitu, Mahasiswa HI yang perhatian dengan aktivitas di luar kuliah. Mereka adalah Mahasiswa HI yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional, selanjutnya disebut HIMA HI. Yang menarik untuk diteliti adalah Mahasiswa HI yang ikut serta menjadi pengurus HIMA HI tersebut. Disela-sela rutinitas tugas harian dan mingguan serta jadwal kuliah yang padat, mereka memberikan waktu untuk melakukan aktivitas organisasi, yang terkadang menyita waktu dan porsi belajar mereka. Ini merupakan fenomena yang unik dan menarik untuk diteliti, ditengah-tengah mainstream orientasi-kuliah dikalangan Mahasiswa HI. Sehingga, ada dua hal mendasar yang kemudian menjadi perhatian penulis yaitu, apa yang melandasi mereka untuk aktif dalam organisasi HIMA HI dengan ikut serta menjadi pengurus HIMA HI? Di sini kemudian ditekankan pada motivasi yang dimiliki pengurus HIMA HI. Perhatian berikutnya adalah bagaimana capaian prestasi, baik akademis maupun non-akademis, yang mereka peroleh ketika kuliah dan organisasi mereka jalankan secara bersama-sama? Itulah beberapa hal yang ingin penulis coba diskusikan dalam blog ini.
In this manner my acquaintance Wesley Virgin's autobiography begins with this SHOCKING and controversial VIDEO.
As a matter of fact, Wesley was in the military-and shortly after leaving-he unveiled hidden, "SELF MIND CONTROL" tactics that the CIA and others used to obtain everything they want.
These are the exact same SECRETS lots of famous people (notably those who "became famous out of nowhere") and the greatest business people used to become wealthy and successful.
You've heard that you utilize only 10% of your brain.
That's mostly because the majority of your brain's power is UNTAPPED.
Maybe that conversation has even taken place INSIDE your very own mind... as it did in my good friend Wesley Virgin's mind 7 years back, while riding an unregistered, trash bucket of a car without a driver's license and with $3.20 on his bank card.
"I'm so fed up with going through life check to check! When will I finally make it?"
You've taken part in those types of questions, ain't it so?
Your success story is waiting to be written. You just have to take a leap of faith in YOURSELF.
CLICK HERE TO LEARN WESLEY'S SECRETS