.
.
.
.
.

Metode-Metode Penelitian

Posted by Edy Jayakarya

By: M. Edy Sentosa Jk.

print this page Print this article

Penelitian merupakan suatu kegiatan yang sangat terkait erat dengan upaya pencarian akan suatu jawaban yang bersumber pada pokok permasalahan yang kita ajukan sebagai rumusan masalahnya. Permasalahan tersebut menjadi starting point untuk mencari dan mengumpulkan data-data guna meramu sebuah hipotesis yang akan mengantarkan kita pada sebuah kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang kita ajukan. Tentunya, untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan tersebut diperlukan sebuah metode atau teknik yang perlu kita pakai sebagai instrument. Dalam dunia sosial, terdapat dua metode penelitian, yaitu kualitatif dan kuantitatif.


Metode Kualitatif

Metode kualitatif dalam penelitian sosial berangkat dari paradigma postpositivisme dimana setiap aspek dalam realitas sosial dilihat secara holistik sebagai satu kesatuan alamiah yang perlu diinterpretasi secara mendalam, terlebih realitas sosial dipahami sebagai realitas yang majemuk (Widoyoko 2008; Hendrarso dalam Suyanto & Sutinah 2005). Atas dasar inilah kemudian metode kualitatif lebih menekankan pada aspek pencarian makna dibalik empirisitas dari realitas sosial sehingga pemahaman mendalam akan realitas sosial sangat diperhatikan dalam metode ini. Tak heran jika metode kualitatif lebih dipahami sebagai metode yang datanya berupa pernyataan-pernyataan atau data yang dihasilkan berupa data deskriptif mengenai subjek yang diteliti, yaitu berupa kata-kata baik tertulis maupun lisan (Hariwijaya 2007: 59; Emy Susanti Hendrarso dalam Bagong & Sutinah [ed] 2005: 166; Miles & Huberman 1992: 15). Hal ini karena aspek numerik-statistikal sangat jarang ditemui dalam laporan penelitian yang menggunakan metode ini (Strauss & Corbin dalam James Neill 2006). Kalaupun ada, data numerikal tersebut hanyalah sebagai data pelengkap terhadap pernyataan-pernyataan yang ada.

Penelitian yang menggunakan metode ini, memakai logika berpikir induktif, suatu logika yang berangkat dari kaidah-kaidah khusus ke kaidah yang berifat umum (Silalahi 2006: 70-73; Moleong 2002: 5). Artinya, peneliti memulai penelitiannya berangkat dari fakta-fakta yang ada dalam realitas sosial. Dan dari basis fakta-fakta sosial tersebut maka ditarik sebuah interpretasi atau kontekstualisasi atau perspektif sebagai proses penarikan kesimpulan terhadap fokus penelitian[1] yang diajukan. Kesimpulan tersebut merupakan sebuah generalisasi untuk memberikan deskripsi dan/atau eksplanasi terhadap realitas sosial yang diteliti. Dari sini nampak bahwa penelitian yang menggunakan metode kualitatif bertujuan untuk membangun teori (generate of theory atau theory building). Teori yang dihasilkan dari penelitian kualitatif pada dasarnya tidak dapat digeneralisasi, tidak seperti hasil penelitian kuantitatif, atas dasar realitas sosial yang kompleks dan untuk itu setiap realitas sosial yang menjadi fokus penelitian memiliki kecenderungan yang spesifik, kausuistik, dan memiliki karakter yang berbeda dengan realitas sosial lainnya, walaupun dalam kondisi yang hamir sama. Generalisasi teori akan berdampak pada simplifikasi suatu realitas sosial yang kompleks dan akan meniadakan variabel-variabel tertentu yang terdapat dalam realitas sosial. Ini menunjukkan bahwa penelitian kualitatif tidak bebas dari konteks ruang dan waktu, yang berarti bahwa hipotesis dalam penelitian ini bersifat idiografis (Moleong 2002: 31-32).

Dalam sejarahnya, penelitian kualitatif telah berkembang sejak 1910-1940 yang dimulai dari Chicago School dalam studi-studinya. Pola penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Universitas Chicago tersebut telah menghasilkan penelitian dengan menggunakan pengamatan terlibat (participant observation) yang didasarkan pada catatan-catatan pribadi (personal documents) dan wawancara mendalam (indepth interview). Hingga 1960-an, penelitian dengan menggunakan metode participant observation telah menjadi pilihan ilmiah dalam penelitian sosial (Emy Susanti Hendrarso dalam Bagong & Sutinah [ed] 2005: 166). Sementara menurut Hariwijaya (2007: 69-71), penelitian dengan metode kualitatif telah dimulai sejak awal abad ke-18 dalam upaya perunutan kesejarahan dan pengelompokan bahasa-bahasa di dunia, seperti yang dilakukan Franz Bopp pada 1816 dalam upayanya membandingkan akhiran-akhiran kata kerja dalam bahasa Sansekerta, Yunani, Latin, Persia, dan German. Upaya yang dilakukan Franz Bopp adalah menelusuri secara mendalam prototipe bahasa dengan cara rekonstruksi baik secara fonologis maupun leksikal atau secara internal dan eksternal. Namun, penulis berpendapat bahwa penelitian kualitatif telah berkembang sejak masa penjelajahan yang dilakukan bangsa Eropa guna mencari dunia baru di luar Eropa. Masa penjelajahan ini sekitar abad ke-16-17 telah berkontribusi dalam membangun pengetahuan baru mengenai dunia baru dan masyarakatnya, terutama mengenai budaya masyarakat setempat. Berbagai catatan mengenai bahasa, budaya, dan sistem sosial telah memberikan informasi penting bagi bangsa Eropa. Hal ini telah menjadikan metode kualitatif dikenal dan berkembang sejak masa penjelajahan tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, nampak bahwa penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan realitas sosial sedalam-dalamnya. Untuk itu, diperlukan pengumpulan data yang mendalam juga, sehingga bisa menjelaskan realitas sosial yang kompleks secara rinci. Untuk mendapatkan data secara mendalam, penelitian kualitatif tidak menekan pada aspek besarnya populasi, tapi lebih pada kualitas[2] data yang dirasa sudah cukup untuk menjelaskan realitas sosial tersebut, dalam kondisi ini maka tidak diperlukan lagi pengumpulan data lebih lanjut (Denzin & Lincoln 1994: 345). Jadi, dapat dikatakan bahwa metode ini tidak tergantung pada prosentase sampling dalam populasi tapi lebih pada kedalaman informasi yang diperoleh dari sampling dalam populasi.

Tentunya, untuk mendapatkan data yang mendalam, peneliti harus menjadi bagian integral dalam subjek penelitian sekaligus menjadi instrumen penelitian yang terjun langsung di lapangan, sehingga peneliti bisa mengeksplor lebih jauh realitas tersebut. Dengan begitu peneliti dapat menginterpretasikan data sesuai dengan realitas sosial yang sebenarnya. Ini yang memberikan tendensi bahwa penelitian kualitatif tidak bebas nilai dan subjektif. Unsur-unsur nilai dalam diri peneliti kemudian tidak bisa dilepaskan ketika menginterpretasikan data (Hariwijaya 2007: 71). Namun, perlu ditekankan bahwa apa yang dikatakan tidak bebas nilai dan subjektif merupakan hal yang sangat unik dalam metode kualitatif, karena subjektifitas yang dimaksud adalah subjektifitas dari subjek penelitian itu sendiri. Peneliti berusaha menginterpretasikan subjektifitas tersebut kedalam pemahamannya sehingga bisa menguak makna yang terkandung dalam realitas sosial. Tentunya pemahaman tersebut berbekal dari proses penelitian dimana peneliti terlibat langsung dalam realitas sosial yang diteliti.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika memilih metode kualitatif sebagai metode penelitian kita, sebagai berikut (Hariwijaya 2007; Emy Susanti Hendrarso dalam Bagong & Sutinah [ed] 2005: 165-175; Moleong 2002).

  1. Hubungan peneliti dengan subjek = interaktif. Peneliti menganggap realitas sosial merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dirinya. Sehingga hubungannya bersifat interaktif dan partisipatif dalam situasi yang substitutif dan mutual experience satu sama lain. Berangkat dari hal tersebut maka penelitian kualitatif menilai bahwa to solve the problem by penetrating the problem, not just for the sake of surrounding the problem it self.
  2. Penelitian dilakukan untuk menciptakan atau membangun teori = tendensi penelitian kualitatif adalah menciptakan sebuah pemahaman atau pengertian dan konsep-konsep baru yang didasarkan pada pengamatan secara mendalam terhadap subjek penelitian. Asumsi dasar bahwa penelitian kualitatif menghasilkan sebuah generaliasasi umum mengenai keunikan subjek penelitian adalah karena logika berpikir induktif merupakan pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini. Sehingga penarikan kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebuah proses untuk mengkonstruksikan postulat-postulat yang ada ke dalam hipotesa yang umum. Kesimpulan tersebut berupa teori baru.
  3. Generalisasi = hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan, karena setiap subjek penelitian memiliki karakteristik yang unik (uniquely individual), walaupun dalam kondisi yang sama. Seperti yang diungkapkan Moleong bahwa tujuan inkuiri dalam penelitian ini adalah untuk mengembangkan pengetahuan yang bersifat idiogafik dalam bentuk hipotesa umum yang secara eksplisit mendeskripsikan subjek penelitian itu sendiri atau “kasus perseorangan”. Apa yang terjadi di tempat satu maka belum tentu dapat digeneralisasikan bahwa hal tersebut dapat terjadi pula di tempat lain walaupun dalam interval waktu yang sama, karena pernyataan-pernyataan dalam penelitian ini berupa idiographic statement (terikat oleh ikatan konteks dan waktu).
  4. Prosedur rasional-alamiah = pendekatan induktif, dalam arti bahwa penelitian dilakukan berawal dari proposisi khusus, yang diperoleh dan berdasar pada data di lapangan, yang kemudian dibuat sebuah hipotesa umum berupa kesimpulan dari hasil penelitian. Melalui pendekatan induktif ini, peneliti kualitatif berusaha menerjemahkan secara alamiah realitas sosial berdasarkan pada perilaku, kontekstual budaya, geografis, dan nilai-nilai yang ada dalam lingkungan subjek penelitian..
  5. Realitas sosial = majemuk atau ganda. Realitas merupakan hasil kontruksi sosial yang selalu didalamnya digambarkan oleh sekian banyak hubungan yang saling terkait satu sama lain. Sehingga mustahil menganggap bahwa realitas digambarkan secara tunggal dan linear.
  6. Posibilitas kausal = selalu menekankan pada on cyclus process, artinya selalu terdapat interaksi yang ditunjukkan berupa sebab dan akibat sebagai kutub-kutubnya, dan interaksi tersebut bersifat kontinyu dan banyak arah.
  7. Tidak Bebas nilai = aspek nilai dalam diri peneliti merupakan hal yang tak dapat dipisahkan dan dihindarkan dalam proses penelitian ini, karena penelitian kualitatif berusaha membuat interpretasi atas realitas sosial (subjek penelitian). Namun, perlu ditekankan bahwa aspek nilai dalam diri peneliti pun tidak dapat dilepaskan dari aspek nilai yang ada dalam lingkungan dimana subjek penelitian tersebut berada. Interpretasi atau kontekstualisasi data tak mungkin bisa dilakukan tanpa ada unsur-unsur nilai yang melandasi interpretasi atau kontekstualisasi tersebut. Tak heran jika peneliti kualitatif terbenam dan membaurkan diri kedalam dinamika subjek penelitiannya. Hal itu dengan dasar bahwa bagaimana bisa menginterpretasikan atau mengkontekstualisasikan makna yang terkandung dalam realitas sosial ketika kita bukan bagian integral dari tatanan masyarakat setempat yang memiliki tata nilai yang unik. Untuk itulah aspek nilai tak bisa dilepaskan.
  8. Proses dari pada Hasil = penelitian kualitatif lebih mementingkan proses daripada hasil penelitian. Proses penelitian sangat penting untuk menunjukkan secara mendalam dan jelas mengenai hubungan bagian-bagian yang diteliti. Sehingga proses menentukan kedalaman hipotesa yang dihasilkan.
  9. Validitas Data = sangat diperhatikan dalam penelitian kualitaif. Hal ini untuk menunjukkan apakah data yang diperoleh tersebut telah benar-benar mencerminkan seluruh aspek subjek penelitian, baik perilaku maupun ucapan-ucapan mereka.


Metode Kuantitatif

Metode kuantitatif dalam penelitian sosial berangkat dari paradigma positivisme dimana realitas sosial dipandang sebagai objek tunggal yang dapat dikuantifikasi secara empiris. Pandangan tersebut atas dasar bahwa realitas sosial merupakan wahana yang kompleks sehingga tidak mungkin melakukan penelitian yang akan mencakup kompleksitas realitas sosial tersebut, terlebih varibel yang begitu kompleks akan memberikan tendensi penelitian yang tidak fokus. Oleh karena itu, metode kuantitatif ini hanya menekankan pada varibel tertentu yang ingin diketahui hubungannya.

Atas dasar hal tersebut, penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang menggunakan kuantifikasi dalam pengumpulan dan analisis data dengan menggunakan logika berpikir deduktif, yaitu berangkat dari kaidah umum ke kaidah-kaidah khusus (Silalahi 2006: 69). Artinya, penelitian kuantitatif dilakukan dengan berangkat dari sebuah teori atau konsep yang kemudian digeneralisasikan berdasarkan pada data-data empiris yang telah dikumpulkan, diolah, dan dianalisis. Generalisasi yang dimaksud disini adalah lebih pada ranah pengujian teori (testing theory) bukan membangun teori. Pengujian teori ini untuk memberikan penilaian apakah menguatkan dan/atau melemahkan teori tersebut.

Salah satu karakter umum penelitian kuantitatif adalah hasil penelitian dapat digeneralisasikan walaupun cara pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sampel dari populasi yang ada, dengan catatan bahwa sample tersebut benar-benar representatif dan valid. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam penelitian kuantitatif tidak mementingkan kedalaman data dan analisis, yang penting representasi sampel terhadap populasi berada dalam prosentase yang ditetapkan (10%-30%). Dengan demikian, kuantitas/keluasan data lebih ditekankan daripada kualitas data (Hariwijaya 2007: 61-72).

Selain itu, dalam penelitian kuantitatif peneliti harus bersifat objektif dan menjaga jarak dengan objek penelitian, hal ini penting dalam setiap proses penelitian dan pengolahan/analisis data sehingga apa yang ditulis sebagai laporan penelitian benar-benar sebuah kesimpulan empiris sesuai data-data apa adanya tanpa ada unsur subjektivitas peneliti. Penting pula untuk menghindarkan penelitian yang sengaja maupun tidak sengaja diarahkan sesuai kepentingan peneliti ketika peneliti tidak jaga jarak dan objektif. Untuk menghindari hal tersebut, tak heran jika dalam penelitian kuantitatif sangat restrik sekali mengenai batasan konsep, prosedur, variabel, alat ukur data, dan juga mengenai desain penelitian yang harus ditulis sebelum penelitian dilakukan.

Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika menggunakan penelitian kuantitif sebagai berikut (Hariwijaya 2007: 60-84; Silalahi 2006: 69-80).

  1. Hubungan peneliti dengan subjek = jauh. Peneliti menganggap realitas sosial terpisah dan berada di luar dirinya. Sehingga ada jarak dan untuk itu harus objektif. Ini mencerminkan bahwa to solve the problem by surrounding the problem, not penetrating the problem.
  2. Penelitian dilakukan untuk menguji teori/hipotesis = menguatkan/melemahkan teori/hipotesis. Kesalahan yang umumnya terjadi ketika hipotesis dianggap lemah, biasanya pada data yang kurang representatif dan reliabel, definisi konseptualnya mungkin kurang operasional, teknik sampling datanya yang kurang benar, dan lain-lain.
  3. Generalisasi = hasil penelitian dapat digeneralisasikan ke dalam kondisi sosial pada waktu dan tempat yang berbeda. Apa yang terjadi di tempat satu maka dapat digeneralisasikan bahwa hal tersebut dapat terjadi pula di tempat lain walaupun dalam interval waktu yang berbeda.
  4. Prosedur rasional-empiris = pendekatan deduktif, dalam arti bahwa penelitian dilakuakan berangkat dari konsep dan teori yang melandasinya yang kemudian akan dibuktikan melalui pengumpulan dan pengolahan serta analisis data lapangan.
  5. Posibilitas generalis = bebas dari ikatan konteks dan waktu (nomothetic statements) karena sifat penelitian kuantitatif yang memberikan suatu jarak antara peneliti dengan objek penelitian. Konsekuensinya adalah penelitian dilakukan dengan membuat sebuah design penelitian yang didalamnya terdapat alat ukur untuk menguji data yang didapat.
  6. Realitas sosial = tunggal, konkrit, teramati, dan terfragmentasi. Karena sifatnya yang tunggal, maka realitas sosial dapat dikuantifikasi dalam bentuk data-data statistik dan numerikal.
  7. Posibilitas kausal = selalu menekankan pada on line process, artinya harus ada sebab terlebih dahulu, yang menimbulkan akibat. Sebab-sebab yang belum bisa menimbulkan akibat, belum bisa diterima sebagai posibilitas kausal.
  8. Bebas nilai = aspek nilai dalam diri peneliti harus dihindari agar tidak menghasilkan penelitian yang bias dan interpretatif.

Menentukan Metode yang Tepat

Untuk menentukan metode mana yang tepat kita gunakan dalam penelitian, apakah kualitatif atau kuantitatif, tergantung pada keinginan kita untuk melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan apa, apakah deduksi atau induksi? Jika kita ingin melakukan penelitian yang bersifat deduktif, maka metode kuantitatif merupakan metode yang tepat untuk kita gunakan. Namun, sebaliknya jika bersifat induktif, karena kita ingin memulainya dari fakta atau realitas sosial yang ada maka penggunaan metode kualitatif merupakan pilihan yang tepat. Jadi, pilihan akan penggunaan metode tersebut bergantung pada penelitian seperti apa yang akan kita lakukan. Tentunya, pilihan akan metode tersebut tergantung pada kemampuan kita baik dari segi waktu, biaya, maupun data yang tersedia. Karena, metode kualitatif merupakan metode yang cenderung memerlukan waktu lama untuk menyelesaikan penelitian[3], tentunya berimbas pula pada faktor biaya yang tersedia, semakin lama semakin banyak perhitungan biaya yang harus kita anggarkan. Sebaliknya, penelitian dengan menggunkan metode kuantitatif cenderung memerlukan waktu yang tidak lama[4], sehingga jika kita memiliki keterbatasan dana maka sedapat mungkin penelitian itu dapat kita selesaikan dengan waktu yang singkat dan tepat.

Dalam banyak hal, ketika kita meneliti realitas sosial dimana referensi mengenai realitas tersebut telah ada dan banyak peneliti yang mengupasnya, maka kemudahan mendapat referensi tersebut menjadi awalan bagi kita untuk melakukan penelitian kuantitatif, karena sudah banyak buku dan teori yang telah mendeskripsikan atau mengeksplanasikan realitas tersebut. Sementara, di lain pihak, ketika realitas sosial yang ingin kita teliti belum memiliki pondasi referensi yang kuat, dalam arti jumlah referensi sedikit dan belum ada peneliti yang menulis mengenai realitas tersebut, maka penggunaan metode kualitatif akan menjadi pilihan tepat untuk penelitian kita, karena ini terkait erat dengan upaya kita untuk mengeksplor atau mendsekripsikan realitas yang belum banyak referensinya, bahkan tidak ada sama sekali (Silalahi 2006: 75-76). Jadi, selain faktor keinginan dan kemampuan kita dalam menentukan metode mana yang tepat, tapi juga pertimbangan ada-tidaknya dan sedikit-banyaknya referensi menjadi faktor lainnya yang harus dipertimbangkan pula (untuk lebih jelasnya lihat diagram research seperti terlampir dihalaman berikutnya).

Namun, dalam perkembangannya, sekitar tahun 1990-an, terdapat usaha-usaha untuk memadukan kedua metode penelitian tsb kedalam satu penelitian (Brannen 1997: i-viii). Hal ini didasarkan pada kompleksitas di era global saat ini yang tak mungkin dilakukannya fragmentasi terhadap realitas sosial yang ada. Selain itu bahwa, dalam realitas sosial sendiri terkandung nilai-nilai kuantitaif dan kualitatif sekaligus. Aspek-aspek ilmiah tidak secara definitif bisa merepresentasikan dinamika dan kompleksitas realitas sosial tanpa disandingkan atau dikomplementasikan dengan aspek alamiah dalam realitas sosial itu sendiri. Dengan begitu, maka penelitian tersebut dapat dilakukan secara komprehensif dimana dalam satu penelitian terdapat dua metode, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan penjelasan ini maka, kita bisa memilih dua metode penelitian sekaligus dalam satu penelitian. Namun, sayangnya, opsi terakhir ini masih dalam pengembangan lebih lanjut, setidaknya begitu.


Diagram Siklus Reseacrh




[1] Perlu diingat bahwa terminologi permasalahan penelitian dalam metode kualitatif dikenal dengan “fokus penelitian,” ini yang kemudian membedakan dengan terminologi permasalahan penelitian dalam metode kuantitatif yang lebih dikenal dengan “rumusan masalah/research question” (Emy Susanti Hendrarso dalam Bagong & Sutinah [ed] 2005: 170; Moleong 2002: 7)

[2] Ini yang membedakan dengan penelitian kuantitatif yang cenderung melihat kedalaman data dari segi kuantitasnya (banyaknya data).

[3] Ini terkait erat dengan penekanan metode kualitatif akan data yang dinilai dari kualitas kedalamannya, bukan kuantitas-representatif data terhadap realitas social.

[4] Penekanan metode kuantitatif akan kuantitas data yang representatif terhadap realitas social, menjadikan penelitian dengan menggunkaan metode ini dimungkinkan untuk menarik sample dari sekian populasi yang ada.


0 comments:

.
|*|:::...Thank for Your Visiting...:::|*|:::...Gracias por Su Visita...:::|*|:::...Danke für Ihren Besuch...:::|*|:::...Dank voor Uw Bezoek...:::|*|:::...Merci pour votre visite...:::|*|:::...Grazie per la Vostra Visita...:::|*|:::...Agradeço a Sua Visita...:::|*|:::...Için Tesekkür Senin Konuk...:::|*|:::...شكرا لجهودكم الزائرين...:::|*|:::...Спасибо за Ваш визит...:::|*|:::...Подякуйте за ваш відвідуючий...:::|*|:::...Terima Kasih Atas Kunjungan Anda...:::|*|:::...|* [Copyright © 2008 M. Edy Sentosa Jk. on http://theglobalgenerations.blogspot.com]*|...:::|*|
.
.